Etika dalam Pengembangan Teknologi di Dunia Medis

Kemajuan teknologi di bidang kesehatan, seperti kecerdasan buatan (AI) dan telemedicine, telah secara signifikan mengubah metode diagnosis serta perawatan medis. AI memungkinkan analisis data medis secara cepat dan akurat, sehingga meningkatkan efisiensi dan keakuratan dalam proses diagnosis. Telemedicine, di sisi lain, memberikan akses layanan kesehatan bagi pasien yang berada di daerah terpencil, memungkinkan mereka untuk mendapatkan perawatan tanpa harus melakukan perjalanan jauh ke fasilitas kesehatan (Rizal et al., 2021; Ismail et al., 2020). Meskipun menawarkan berbagai manfaat, perkembangan teknologi ini juga memunculkan tantangan etis, seperti masalah privasi data, kepemilikan data genetik, serta akses yang setara terhadap teknologi tersebut (Pangestu et al., 2020; Nugroho et al., 2020).


Dalam tinjauan pustaka, banyak penelitian sebelumnya yang membahas dampak positif teknologi medis, tetapi sedikit yang menyoroti masalah etis yang muncul. Misalnya, studi oleh Gunawan & Marhaeni (2020) menunjukkan pentingnya melindungi privasi data medis, sementara penelitian oleh Sari et al. (2021) mengungkapkan tantangan pengeditan genetik dan risiko ketidaksetaraan. Penelitian oleh Lestari et al. (2022) juga menjelaskan bagaimana telemedicine bisa meningkatkan akses layanan kesehatan, tetapi mengingatkan kita akan kemungkinan eksklusi bagi mereka yang tidak memiliki akses ke teknologi. 

Artikel ini bertujuan untuk memberikan solusi etis yang relevan berdasarkan kasus nyata di Indonesia. Penekanan akan diberikan pada pentingnya regulasi yang jelas dan kesadaran etis dalam pengembangan teknologi medis. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya memastikan bahwa teknologi medis dapat digunakan secara aman, adil, dan bermoral.


Dalam era digital, data pasien merupakan salah satu elemen paling sensitif yang harus dilindungi. Penggunaan rekam medis elektronik (RME) di rumah sakit telah memberikan akses yang lebih cepat dan efisien terhadap informasi pasien, tetapi juga meningkatkan risiko kebocoran data. Berikut beberapa tantangan etika dalam pengembangan teknologi di dunia medis:


Privasi adalah kondisi yang membatasi akses terhadap informasi seseorang, termasuk informasi kesehatan. Privasi terkait dengan konfidensialitas, yang menjaga kerahasiaan pasien. Informasi kesehatan juga penting dalam asuransi dan jaminan kesehatan (Brothers & Rothstein, 2015). Perlindungan data pribadi diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016, yang melindungi semua aspek pengolahan data pribadi. Dengan berkembangnya rekam medis elektronik (RME), risiko kebocoran data meningkat, terutama jika RME terintegrasi dengan asuransi. Regulasi diperlukan untuk mengatur akses data, terutama di era pengobatan yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan individu pasien. Perlindungan privasi juga menuntut keamanan data yang ketat, termasuk perlindungan dari serangan siber. Selain itu, perlindungan informasi kesehatan penting untuk mencegah stigma dan diskriminasi, yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan dan partisipasi pasien dalam terapi (Budiyanti, Arso & Herlambang, 2018).

Gambar 1. Ilustrasi Menjaga Integritas Dan Privasi Informasi 

Teknologi medis telah membawa perubahan signifikan dalam hubungan antara dokter dan pasien. Meningkatnya penggunaan telemedicine memungkinkan pasien untuk berinteraksi dengan dokter tanpa harus bertemu secara langsung. Meskipun kemudahan ini sangat menguntungkan, terdapat kekhawatiran bahwa interaksi virtual dapat mengurangi kualitas hubungan antara dokter dan pasien. Penelitian menunjukkan bahwa komunikasi langsung yang efektif antara dokter dan pasien merupakan faktor penting dalam keberhasilan pengobatan, terutama dalam kondisi kronis yang memerlukan perawatan jangka panjang (Fatmawati & Nurhasanah, 2021). Oleh karena itu, di masa depan, penting bagi penyedia layanan kesehatan untuk menggabungkan teknologi dengan pendekatan yang berfokus pada pasien, agar kepercayaan dan komunikasi antara dokter dan pasien tetap terjaga.

Gambar 2.  Ilustrasi Pelayanan Medis Jarak Jauh 


Salah satu masalah utama dalam pengembangan teknologi medis adalah ketimpangan akses. Tidak semua individu, terutama di negara berkembang seperti Indonesia, memiliki akses yang setara terhadap teknologi kesehatan canggih. Di beberapa daerah terpencil, akses terhadap pelayanan kesehatan dasar masih sulit dijangkau, apalagi untuk teknologi modern seperti AI atau telemedicine. Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana pemerintah dapat memastikan bahwa teknologi medis dapat diakses secara merata. Kebijakan pemerataan akses, seperti program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), merupakan langkah positif untuk memastikan masyarakat dapat menikmati manfaat dari kemajuan teknologi medis. Namun, masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan, termasuk memperkuat infrastruktur di daerah terpencil agar teknologi ini tidak hanya menjadi kemewahan bagi kalangan tertentu (Reski, 2020).


Dengan meningkatnya penggunaan teknologi canggih seperti robot bedah dan kecerdasan buatan, isu tanggung jawab hukum menjadi semakin penting. Jika terjadi kesalahan dalam prosedur yang melibatkan teknologi ini, siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah tenaga medis, pengembang teknologi, atau fasilitas kesehatan? Saat ini, di Indonesia belum ada regulasi yang mengatur secara rinci mengenai tanggung jawab hukum dalam penggunaan teknologi medis canggih. Oleh karena itu, perlu ada kerangka hukum yang jelas untuk melindungi pasien dan memastikan bahwa inovasi teknologi dapat digunakan dengan aman. Ini termasuk penyusunan pedoman yang ketat mengenai penggunaan teknologi medis serta pelatihan yang memadai bagi tenaga kesehatan untuk menghindari kesalahan fatal (Wulandari & Saputra, 2022).

Gambar 3. Privasi Data Pasien Dan Sanksi Hukum Pasien Ke Publik 


Rekomendasi berdasarkan prinsip-prinsip etika medis yang relevan dalam pengembangan teknologi kesehatan modern yaitu:


Pengembangan teknologi medis harus menghormati hak otonomi pasien. Setiap sistem teknologi medis, seperti electronic health records (EHR) dan teknologi AI, harus memberikan kendali penuh kepada pasien atas informasi medisnya. Prinsip persetujuan yang jelas (informed consent) sangat penting dalam memastikan bahwa data pasien tidak disalahgunakan tanpa izin.


Teknologi dalam bidang medis, termasuk perangkat berbasis AI, harus dikembangkan dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan pasien. Teknologi ini perlu diatur agar memberikan manfaat yang optimal, seperti peningkatan akurasi diagnosis dan efektivitas pengobatan, sambil menjaga agar pasien terhindar dari risiko yang tidak perlu.


Dalam pengembangan teknologi medis, transparansi sangat penting. Pasien dan tenaga medis harus mendapatkan informasi yang jelas tentang bagaimana data mereka diproses dan digunakan. Teknologi medis yang baik harus memberikan kejelasan terkait bagaimana keputusan klinis dibuat, terutama ketika menggunakan AI atau sistem berbasis data besar (big data).


Pengembangan teknologi medis memerlukan kerangka kerja yang jelas tentang tanggung jawab hukum. Ini termasuk memastikan siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan, baik itu human error maupun device error. Akuntabilitas ini penting untuk menjaga etika penggunaan teknologi dalam dunia medis, serta melindungi hak pasien jika terjadi malpraktik.


Pengembangan teknologi medis harus memperhatikan inklusivitas dan keadilan dalam akses. Teknologi harus dirancang agar dapat diakses oleh semua kalangan pasien tanpa diskriminasi, baik dari segi sosioekonomi, demografi, maupun lokasi geografis. Ini penting untuk menghindari ketimpangan layanan kesehatan yang dapat timbul dari penerapan teknologi baru.


Setiap teknologi medis, terutama yang berbasis AI dan genomik, harus dikembangkan secara berkelanjutan. Pengembang teknologi perlu memperhatikan tanggung jawab mereka terhadap dampak jangka panjang dari inovasi tersebut, serta memastikan bahwa teknologi tersebut terus dievaluasi dan ditingkatkan agar tetap sesuai dengan perkembangan kebutuhan pasien dan masyarakat.

Gambar 4. Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia

Kesimpulan

Artikel ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan menghadirkan tantangan etis yang signifikan, termasuk masalah privasi data, kepemilikan data genetik, dan akses yang setara terhadap teknologi medis. Meskipun terdapat regulasi yang mulai diterapkan, implementasi yang konsisten dan kesadaran etis dalam praktik medis masih sangat dibutuhkan. 


Penulis : Afrida Firdausi (Mahasiswa Teknik Biomedis, Universitas PGRI Yogyakarta)

Reviewer : Yusuf Maulana, S.T., M.Sc.

References

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2008) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis. Indonesia.


Menteri Komunikasi dan Informatika (2016) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi, Republik Indonesia. doi: 10.1111/j.1469-7610.2010.02280.x.


Fatmawati, F. and Nurhasanah, R. (2021) ‘The impact of telemedicine on doctor-patient communication’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 15(1), pp. 29–38. doi: https://doi.org/10.20884/1.jkm.2021.15.1.563.


Gunawan, A. and Marhaeni, N. (2020) ‘Protecting medical data privacy in Indonesia: Challenges and solutions’, International Journal of Medical Informatics, 135, p. 104054. doi: https://doi.org/10.1016/j.ijmedinf.2019.104054.